Pages

Jumat, 15 September 2023

Talkshow Gemar Membaca

       Dalam upaya meningkatkan minat membaca di kalangan siswa SMP-SMA, Bagian Perpustakaan Sekolah SMP-SMA Terpadu Riyadlul Ulum Wadda'wah mengadakan Talkshow Gemar membaca yang menghadirkan narasumber, Asep. M. Tamam. Beliau adalah salah satu dosen saya di kampus, dan beliau juga mengajar di beberapa universitas di Tasikmalaya. Acara ini dihadiri ratusan siswa dan diadakan di lapangan basket asrama putri, Jumat (28/2).
      Saya sendiri diamanahi untuk menjadi MC dalam acara ini. Rasanya selalu ada ilmu yang bertambah ketika menjadi bagian salah satu acara. Dulu, saya juga pernah menjadi MC untuk acara PLP (Pekan Literasi Pelajar) dan kami mengundang Pimred Majalah Annida, majalah yang konsisten dalam literatur keislaman. 
         Acara dibuka dengan sambutan Ketua Panitia kemudian dilanjut dengan Kepala Sekolah. Tiba pada inti acara, narasumber mulai memaparkan sejarah tentang perpustakaan pertama di dunia, Baitul Hikmah. Perpustkaan pada masa dimana Islam mendominasi dunia pada kepemimpinan Dinasti Abbasiyah selama 8 abad. Dalam perpustakaan tersebut banyak buku karangan ulama yang kemudian disalin oleh beberapa ratusan penyalin untuk diperbanyak karena pada masa itu tentu mesin fotokopi atau percetakan belum ada. Beliau juga menceritakan semangat para ulama dahulu dalam membaca, bahkan ada ulama yang sampai membaca 200 kali untuk satu buku. Subhananallah. Sayangnya, buku di perpustakaan tersebut dibuang oleh Bangsa Mongol ke Sungai Tigris yang menyebabkan air di sungai tersebut menghitam selama enam bulan. Untungnya, 400.000 manuskrip bisa diselamatkan oleh Al-Tusi dan dibawa ke Maragheh. Padahal, buku yang ada di Baitul Hikmah mencapai dua juta buku.
     Kemudian, tiba pada sesi pertanyaan, kami mempersilahkan siswa untuk bertanya kepada narasumber. Ada yang bertanya mengenai inspirasi menulis yang selalu hilang ketika dituangkan, dan beliau menyarankan agar mencoba untuk menulis beberapa gagasan dalam satu paragraf dan nantinya dikembangkan agar menjadi tulisan yang 'jadi'. Acara ini diadakan dengan tema 'Buka Buku, Buka Mata, Buka Dunia, Raih Kesuksesan'. 

      
      Mungkin beberapa dari kita tidak menyadari manfaat dari membaca. Kebanyakan kita hanya menghabiskan waktu untuk mengobrol seriring dengan menjamurnya aplikasi chatting. Budaya kita sedikit demi sedikit tergantikan dengan budaya 'Ngobrol' daripada membaca. Kita lebih sering mengisi waktu luang dengan membalas chat, entah itu BBM, Line, We Chat, atau membalas mention Twitter. Saya pun mulai merasa bersalah ketika mendampingi Narasumber berbicara, kenapa 'tega' menghabiskan waktu untuk hal yang tidak penting. Ironisnya, beliau menjelaskan tentang mayoritas masyarakat islam dunia yang hanya melakukan ritual keagamaan secara monoton, dan sisanya hanya satu persen saja bagi muslim dari kalangan intelektual. Semoga dengan adanya acara ini, motivasi siswa dalam membaca semakin banyak dan menciptakan umat islam yang intelek. :)



Senin, 03 Februari 2014

TIARA



Waktu SMA saya pernah kehilangan satu sahabat. Dia teman saya waktu SMP. Teman sekelas, teman sebangku, teman mengantuk di kelas, teman menyontek, teman berbagi segala apa yang kami punya. Ayahnya begitu baik, saya pun sudah dekat dengan beliau. Kalau menginap di rumahnya sudah tidak canggung.Ibunya ramah luar biasa, begitupun Kakak perempuannya yang sudah menikah. Kemudian, ketika SMA kami berbeda sekolah. Saya melanjutkan SMA di sekolah yang masih satu yayasan dengan SMP saya, dan teman saya lebih memilih sekolah Vokasional.
Ada perasaan berat ketika kami berbeda sekolah karena tak biasa berjauhan. Ketika SMP, kami saling berbagi uang jajan, berbagi makanan kiriman orang tua masing-masing, atau apapun yang kami punya. Kemudian saya baru menyadari sekarang, bahwa teman-teman saya adalah keluarga bahkan lebih dari itu. Meskipun berbeda sekolah, kami tetap komunikasi, saling mengunjungi satu sama lain, kami masih saling curhat tentang cinta monyet. Iya, saya ingat dulu dia pernah bercerita tentang seseorang yang dia kenal di sekolah barunya. Saya lupa-lupa ingat namanya, yang pasti sosoknya sering diceritakan sahabat saya. Saya pun menceritaan seseorang yang mulai masuk di kehidupan saya, begitu emosional. Lucu sekali kalau diingat. Kenangan paling menggelikan. Lelaki pertama, tapi bukan cinta pertama karena memang tidak begitu berkesan.
Sahabat saya ini namanya Lia.
Sampai suatu hari, saya bersama dua sahabat saya yang lain, Tiara dan Riga berencana berlibur, atau sering kami sebut ‘ngabolang’ ke rumah teman saya yang berada di daerah Kidul yang tempatnya agak jauh untuk dijangkau. Kami mengajak Lia untuk ikut serta bersama kami. Tapi, sayangnya Lia sedang sakit. Kami sempat bergurau dan meragukan apakah Lia benar-benar sakit, sampai kami bertanya “Ah, sakit apa sih? Paling juga pusing. Ayo, ikut saja!” begitu isi sms yang kami kirimkan pada Lia.
Dua hari kami berlibur di tempat teman. Asik sekali, meskipun minus Lia, karena kami tahu ternyata Kakak laki-laki teman kami ini punya hubungan dengan teman saya, Riga. Kami pun pulang kembali ke rumah masing-masing. Tak disangka, ternyata Lia belum sembuh dari sakitnya dan yang lebih mengejutkan ternyata Lia masuk Rumah Sakit. Kami melihat Lia terbaring tidur di atas ranjang Rumah Sakit dengan selang oksigen, tak bisa membuka mata, sekedar bicara pun sulit, tubuhnya ringkih dan sangat lemah. Kami sempat menyesal mengapa punya sangkaan yang kami bilang begitu usil. Lia benar-benar sakit. Dia divonis Meningitis. Ditambah jarang makan nasi dan hobinya makan pedas yang berlebihan. Saya ingin marah, karena ada sahabat saya yang lain sakit karena doyan makan pedas. Kenapa Lia tidak belajar dari dia.
Sampai beberapa hari kemudian, saya mendengar bahwa Lia meninggal. Rasanya tidak karuan. Entah kenapa saya tidak ikut ke pemakaman. Entah terpukul atau apa. Yang pasti saya begitu kehilangan, karena pertama kali kehilangan sahabat. Selamat jalan Lia, kami mendoakan dari sini. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Sesunggungguhnya segala sesuatu akan berpulang pada Rabb.
Cerita belum usai. Lulus SMA, saya dan Riga melanjutkan kuliah di daerah kami sedangkan sahabat saya yang lain, Tiara memutuskan mengambil pendidikan di Lampung karena mendapat beasiswa disana. Kami kehilangan lagi, tapi kami sering menyempatkan untuk bertemu. Entah itu untuk nonton atau makan-makan.
Menginjak tahun ke-2 kuliah, Tiara pulang dari Lampung karena sakit. Bukan kepalang, Tiara terkena Tumor di payudara. Saya tidak tahu apakah ini tumor jinak atau ganas. Yang pasti penyakitnya terdeteksi sebagai radang awalnya. Segala macam pengobatan dilakukan Tiara, mulai dari alternatif sampai medis. Kemana-mana Tiara berobat tapi hasilnya tak memuaskan. Kemudian diambil keputusan, bahwa Tiara harus dioperasi. Sayang, operasi tak berjalan mulus karena banyak darah yang keluar. Sampai suatu hari, baru diketahui ternyata Tiara salah diagnosa. Tiara tidak mengidap tumor di payudara sama sekali, ternyata Tiara mengidap kanker pembuluh darah. Teman-teman marah dan agak geram mengingat kalau hal seperti ini mungkin bisa disebut malpraktik. Tapi, keluarga Tiara tak membawa masalah ini ke ranah hukum. Saya begitu ingat wajah ibunya yang ramah luar biasa begitu sabar menemani Tiara. Tapi, sahabat saya ini perempuan kuat. Tak pernah terdengar dia mengeluh ketika kami jenguk. Kami tertawa lepas sepanjang hari dan tak mau membahas penyakit yang mungkin bisa merenggut masa depan. Sampai saat ini Tiara masih berjuang melawan penyakitnya. Tiara kuat. Tiara tak boleh menyerah. Kamu punya sahabat yang sayang dan siap kalau dibutuhkan. Insya Allah. We love ya, Tiara...


 

Jumat, 30 Agustus 2013

Kehidupan Masa Depan

        Sebagai anak sulung, pastinya ada beban tertentu yang dipikul, meskipun beberapa orang tua tak terlalu bergantung pada si sulung, tapi kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi nantinya. Masa depan adalah sesuatu yang tak bisa ditebak, tapi bisa dipola dari masa sekarang. Meskipun kelak, masa depan akan menjadi masa lalu tentunya kita tak mau mempunyai kenangan yang tidak mengenakkan, maka dari sekarang, masa depan harus dipersiapkan.
       Saya sebagai anak sulung dari dua bersaudara merasa bahwa saya adalah wakil orang tua di masa depan, saya punya adik, dan kepada siapa lagi ia bergantung selain kepada orang tua dan saya sebagai kakak. Meskipun sebenarnya saya tidak akan membiarkan adik saya menjadi benalu, dengan artian bahwa dia harus bergantung pada dirinya sendiri dan tidak manja. Orang tua saya mengajarkan bahwa hidup tidak haru selalu mewah, dan segala sesuatu harus didapatkan dengan usaha dulu, berbeda dengan anak zaman sekarang yang begitu mudah sekali mendapatkan apa yang mereka mau dengan fasilitas yang memadai, ya memang tidak semua anak, tapi ini berdasarkan survey yang saya amati secara tidak sengaja dari beberapa anak didik saya di sekolah.
       Di umur yang hampir 21 ini, saya mulai merasakan bahwa saya tidak boleh bersantai dalam hidup, sudah bukan waktunya lagi saya merengek meminta suatu hal pada orang tua. Sudah tidak lucu lagi, bukan? Kemudian sampai pada satu fase dimana saya mulai berfikir, bahwa orang tua saya nantinya harus hidup bahagia karena saya, anaknya. Tentunya saya harus bekerja sama sebagai satu team dengan adik saya. Di kehidupan nanti saya harus membuat orang tua saya menikmati masa tua dengan nyaman. Nyaman dalam segala hal. Nyaman dalam hal tempat tinggal, nyaman dalam menjalani hidup, dan yang paling krusial adalah mereka harus nyaman dalam beribadah.
     Saya sekarang sudah menginjak tingkat akhir, fase dimana mahasiswa mulai galau dengan apa yang akan terjadi setahun kemudian. Apakah nantinya mudah mendapatkan pekerjaan, atau hanya berjalan melawan matahari dengan selembar ijazah dan CV di tangan? Maka dari itu, saya ingin serius dalam hal pendidikan. Bekerja tanpa ilmu, apalah gunanya. Jangan menjadikan diri sebagai sampah masyarakat karena minim ilmu.  
     Saya begitu miris kadang melihat beberapa orang begitu melecehkan mahasiswa meskipun, beberapa mahasiswa memang membuat dirinya sengaja untuk dilecehkan, oleh karena itu saya bertekad kuliah setinggi-tingginya. Salah satu mimpi saya adalah mencicipi duduk di bangku universitas di mancanegara. Allah selalu merangkul mimpi, asala hamba-Nya mau berusaha. Sedikit demi sedikit saya mulai membaca kamus, segala macam kamus saya lahap, tak ketinggalan buku grammar yang saya pinjam dari beberapa teman, kemudian mendengarkan CD TOEFL untuk persiapan nantinya. Semoga Allah membukakan jalan. Aamiin.
     Kemudian saya pun mulai belajar, bahwa hidup harus dimulai dari bawah, bahwa hidup terkadang harus getir. Ah, iya saya mulai menahan diri dari berbagai kesulitan yang Gusti berikan, karena disana pasti oase yang Allah simpan untuk hamba-Nya yang sabar. Sekian. :)
     
    
   


Kamis, 04 Juli 2013

Pembelajaran

        Beberapa hal memang mengajarkan kita untuk berfikir dan menelaah. Ada hal yang memang baik pada masa sekarang, tapi berakibat buruk di masa depan, atau ada pula yang terlihat baik tapi karena kita tidak berfikir sehat malah menjerumuskan secara perlahan. Seperti itulah hidup, semua adalah pembelajaran. Ilmu kadang bisa jadi perisai untuk kita agar tidak menjadi korban, tapi menurut saya yang paling pokok adalah agama. Bagaimana kita merasa diawasi Tuhan, jadi segala apapun yang kita lakukan akan menjadi benar, sesuai dengan apa yang Tuhan ajarkan. Tapi, setan tidak tinggal diam bukan? Mereka sudah berjanji mengganggu sekuat tenaga agar kita mau mengikutinya.
       Saya pun pernah merasa bodoh, dimana saya pernah beberapa kali memilih hal yang salah. Ah, itu masa lalu, kali ini saya mulai belajar untuk berfikir jernih, memiliki pikiran yang visioner, bahwa hidup tak akan sama, tak akan selalu sedih, pun tak akan selalu gembira. Mulai memilih teman, memilih teman hidup juga. Hehe. Saya rasa, saya sudah menemukan teman .itu, calon tepatnya. Tapi, kehendak Tuhan siapa yang tahu. :D

Tulisan iseng ketika berdiam di Foodcourt

Sabtu, 13 April 2013

Belajar Berkebun (Maafkan Kami, Pak Tani!)

Hari Jumat kemarin, saya bersama wali kelas yang lain mengajak anak didik kami untuk berkebun. Murid kami adalah siswa akhir SMP yang sebentar lagi akan mengahadapi Ujian Nasional. Daripada mereka menganggur dan tidak ada pekerjaan sambil menunggu waktu UN, kami sengaja memilih kegiatan berkebun karena manfaat yang didapat tentunya tidak bisa disepelekan.

                                        





Kita berkebun Tomat dan Cabai. Karena bibit tomat dan cabai harus disimpan dulu di dalam polybag selama dua hari, maka kami terlebih dahulu menggarap ladang yang akan kami tanami. Serunya, karena ini pertama kali bagi mereka jadi banyak hal konyol yang terjadi. Mulai dari mencabut rumput dengan parang, karena tenaga wanita yang minim (manja sih sebenernya) jadilah proses pencabutan rumput tersebut memakan waktu yang lama, belum lagi penemuan cacing (ceilah penemuan) yang membuat mereka menjerit. Kami membagi tugas, ada yang mencabut rumput, mencangkul, membuat gundukan tanah untuk ditanami bibit, pagar, dan gapura.

Alhamdulillah semua mengerjakan tugasnya masing-masing. Kami pun sebagai wali kelas ikut membantu. Ada beberapa hikmah yang kami ambil dari berkebun kemarin;
  1.  Team Work yang terjalin diantara siswa
  2. Menanamkan nilai-nilai tentang lingkungan
  3. Membentuk karakter agar tidak menjadi manja
  4. Menumbuhkan mental untuk menghargai para Petani
  5. Mengisi liburan dengan hal yang bermanfat
Jadi, bagi para guru yang ingin mengisi kegiatan siswa akhir dengan kegiatan yang useful and fun  bisa dengan mengajak mereka dengan kegiatan berkebun agar mereka tahu bagaimana perjuangan para Petani dan tidak sembarangan membuang nasi ataupun hasil tani lainnya. ^_^





Senin, 17 Desember 2012

Menjadi Guru Muda

            Ini tulisan pertama saya tentang pengalaman bagaimana menjadi seorang Guru Muda. Tak mudah menjalani amanah sebagai guru di usia muda, ketika mental masih labil, dan hasrat ingin bermain masih membuncah. Pertama kali saya diamanahi sebagai seorang guru, plus menjadi wali kelas satu SMP. Itu rasanya seperti tidak karuan, apalagi ditambah keinginan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bangku kuliah. Sebelumnya, saya adalah lulusan salah satu SMA yang kemudian diberi amanah oleh Kepala Sekolah untuk mengabdi bersama beberapa teman lainnya. Mungkin ada sekitar 15 orang yang terpanggil oleh Kepsek untuk menjalankan amanh ini. Tapi, empat teman saya kemudian mengundurkan diri, karena akan melanjutkan kuliah. Saya pun pernah berpikiran seperti itu, namun setelah berkonsultasi dengan orang tua, saya agak mulai menyadari bahwa amanat dari guru kita sendiri harus dijalankan, terlebih doa dari seorang guru begitu mustajab. Kemudian niat untuk mundur pun pudar, meskipun ada gejolak yang membuat saya selalu ingin keluar.
            Mulailah saya menjadi guru pada tahun 2010. Saya mulai menghadapi masalah-masalah dari para murid yang memang kebanyakan manja, terkadang saya pun stress. Ada perasaan bahwa saya tidak mampu menjalani aktivitas seperti ini. Mulai dari mengurus murid-murid yang nakal, manja, dsb. Lalu tiba-tiba kabar yang bagi saya itu adalah buruk datang. Perlu diketahui, asalnya masa pengabdian pada sekolah adalah satu tahun, namun ada pemberitahuan bahwa guru pengabdian harus menjalani kuliah yang otomatis membuat saya lebih lama mengabdikan diri, minimal selama 4 tahun, dan jurusan kuliah pun dipilih oleh sekolah. Disana saya makin stress, apalagi melihat teman-teman saya di luar yang bebas memilih jurusan mereka sendiri. Kebetulan saya menginginkan jurusan Sastra Inggris. Meskipun saya mengajar Bahasa Inggris, tapi saya memimpikan menjadi mahasiswa dengan teman-teman di Universitas yang bonafit.
            Awal perkuliahan begitu menyiksa bagi saya. Terkadang saya absen karena ini tidak sesuai dengan kemauan saya. Kuliah saya agak kacau. Tapi agak kaget juga, pas melihat IPK semester satu, saya terkejut, ternyata nilainya adalah tiga koma sekian. Padahal saya menyadari bahwa kuliah agak berantakan. Aneh, ya. Hehehe… saya kembali konsultasi pada orang tua. Bagi saya ibu adalah motivator terhebat melebihi Mario Teguh. Hoho.. pastinya. Saya mulai menyadari bahwa pengorbanannya melebihi dengan apa yang saya lakukan. Karena kebetulan beliau adalah tulang punggung keluarga, meskipun ayah juga bekerja. Saya merasa malu sebagai anak sulung. Saya tak mau dianggap anak yang tidak member contoh bagi adik saya, yang Alhamdulillah sekarang menjadi ketua OSIS.
Oh iya, perlu diketahui bahwa saya kuliah dibiayai oleh pihak sekolah. Semua guru pengabdian dijamin pendidikannya oleh sekolah. Nah, beberapa waktu kemudian saya sadar karena itu. Bagaimana tidak malu, ketika kita menjalankan amanat dengan fasilitas enak. Kuliah gratis. Makan gratis. Diberi uang jajan pula. Sekarang, saya sudah mulai menikmati peran sebagai Guru. Murid saya sekarang sudah kelas 3 SMP. Mereka sudah berasa menjadi anak sendiri. Rasanya kadang bersalah ketika saya khilaf dengan menelantarkan mereka. Ada rasa bersalah ketika mereka melakukan kesalahan, mungkin karena saya yang kurang membimbing. Semoga kedepannya saya mampu menjadi Wali Kelas dan Ibu yang baik untuk murid-murid saya. Love y’all…
           

Jumat, 19 Agustus 2011

100 target (Updated everyday)

  • Be a good teacher for my students
  • Be a good poetry writer 
  • Participate on theatre show
  • Be a Famous Blogger
  • Antologi puisi karya Noverita Mustika Ati dipajang di Gramedia 
  • Lulus kuliah tepat waktu
  • Be a backpacker and around the whole world 
  • Menjadi muslimah yang kaya
  • Anfa' Linnas 
  • Mendaki gunung Rinjani